Makalah Islam dan Persoalan Kontemporer



BAYI TABUNG DARI SUDUT PANDANG MEDIS, HUKUM, DAN ETIKA



Disusun Oleh :

Sundaniawati Safitri     1110016200010



Program Studi Pendidikan Kimia
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri  Syarif Hidayatullah
JAKARTA

    

KATA PENGANTAR
        Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Kedudukan Hukum Anak yang Dilahirkan Melalui Proses Bayi Tabung” Penyusunan makalah ini untuk melengkapi tugas Ujian Akhir Semester (UAS). Lewat  makalah ini kami berharap dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang bagaimana kedudukan hukum dari anak yang dilahirkan dari proses bayi tabung dengan berbagai proses. Makalah ini disusun oleh penyusun tak lepas dari berbagai kendala, baik itu yang bersifat internal ataupun eksternal. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

           
Menyadari banyaknya kekurangan dalam penulisan makalah ini. Karena itu, penulis sangat mengharapakan kritikan dan saran dari para pembaca untuk melengkapi segala kekurangan dan kesalahan dari makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.. Terimakasih.                                .    

                                                                                                                                                                                                                                                                        Ciputat,  14 Desember 2012




                                                                                                                        Penyusun                                 






DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………..       i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….      ii

BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ………………………………………………………………­…1 
B. METODE PENYUSUNAN…………………………………………………………….1
C. POKOK PERMASALAHAN……..……………………………………………………2
D. TUJUAN PENULISAN………………………………………………………………...2

BAB II PEMBAHASAN
A.
BAYI TABUNG MENURUT PANDANGAN MEDIS……………………………….3
            1. Pengertian……………………………………………………………………..3
            2. Syarat-syarat dalam mengikuti  program bayi tabung..…………………….....3
      3. Prosedur bayi tabung…………………………………………………………4
      4. Keuntungan, kerugian, dan efek samping bayi tabung……………………….4
B. BAYI TABUNG MENURUT PANDANGAN HUKUM…………………………….6
      1. Pandangan hukum islam………………………………………………………6
      2. Pandangan hukum perdata di Indonesia……………………………………..10
C. BAYI TABUNG MENURUT PANDANGAN ETIKA ..……………………………11   

BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN……………………………………………………………………….13
B. SARAN………………………………………………………………………………..13

Daftar Pustaka.



           




BAB I
PENDAHULUAN
 

A. Latar Belakang
Bayi tabung adalah proses pembuahan sel telur dan sperma diluar tubuh wanita. Sering disebut “in vitro vertilzation”. In into berasal dari bahasa latin yang berarti gelas /tabung gelas, dan vertilization barasal dari bahasa inggris yang berarti pembuahan. Bayi tabung adalah bayi hasil konsepsinya (pertemuan sel telur dan sperma) yang dilakukan dalam sebuah tabung yang sudah dipersiapkan sedemikian rupa di laboratorium.
Sekarang Fertilisasi In Vitro (FIV) yang awalnya hanya di peruntukan untuk membantu pasangan Pasangan suami istri (pasutri) yang  mengalami 1) kerusakan kedua tuba ; 2) faktor suami ( ligospermia) ; 3) faktor serviks abnormal ; 4) faktor immunologik ; 5) infertilitas karena endometriosis, seiring perkembangan zaman di mana pasangan yang sebenarnya subur sekarang sudah mengikuti juga program FIV dengan alasan sebagian para wanita  ingin menjaga postur tubuh agar tetap indah dan terjaga, selain itu juga, ada sebagian wanita yang ingin mempunyai anak tanpa melakukan hubungan seksual (tanpa menikah) misalnya mengambil sperma orang lain untuk ditrasfer ke rahimnya agar wanita tersebut mempunyai anak, dan ada juga pasangan yang mengalami kelainan seksual seperti Homoseksual dan Lesbian yang ingin mempunyai anak bisa saja melakukan program FIV atau bayi tabung dengan mengambil sperma atau sel telur orang lain (tranfer embrio).

B. Metode penyusunan
Metode yang penulis ambil dalam penyusunan karya tulis ini adalah berdasarkan data–data dari beberapa buku dan data dari internet. .




C. Pokok  permasalahan
Dalam makalah ini, penulis akan membahas tentang :
1.      Pemaparan bayi tabung dari sudut pandang medis.
2.      pemaparan bayi tabung dari sudut pandang Hukum
3.      pemaparan bayi tabung dari sudut pandang Etika.

D. Tujuan  Penulisan
Berangkat dari latar belakang di atas, maka tujuan dari pada isi serta pembuatan makalah ini yaitu :
1.      Untuk mengetahui pemaparan bayi tabung dari sudut pandang Medis .
2.      Untuk mengetahui pemaparan bayi tabung dari sudut pandang Hukum .
3.      Untuk mengetahui pemaparan bayi tabung dari sudut pandang Etika .



BAB II
PEMBAHASAN
A.     BAYI TABUNG DALAM SUDUT PANDANG MEDIS
1)      Pengertian
Bayi tabung atau dalam bahasa kedokteran disebut In Vitro Fertilization (IVF) adalah suatu upaya memperoleh kehamilan dengan jalan mempertemukan sel sperma dan sel telur dalam suatu wadah khusus.  Pada kondisi normal, pertemuan ini berlangsung di dalam saluran tuba.  Dalam proses bayi tabung proses ini berlangsung di laboratorium dan dilaksanakan oleh tenaga medis sampai menghasilkan suatu embrio dan di iplementasikkan ke dalam rahim wanita yang mengikuti program bayi tabung tersebut.  Embrio ini juga dapat disimpan dalam bentuk beku (cryopreserved) dan dapat digunakan kelak jika dibutuhkan.  Bayi tabung merupakan pilihan untuk memperoleh keturunan bagi ibu-ibu yang memiliki gangguan pada saluran tubanya.  Pada kondisi normal, sel telur yang telah matang akan dilepaskan oleh indung telur (ovarium) menuju saluran tuba (tuba fallopi) untuk selanjutnya menunggu sel sperma yang akan membuahi sel telur tersebut tersebut.  Dalam bayi tabung proses ini terjadi dalam tabung dan setelah terjadi pembuahan (embrio) maka segera di iplementasikan ke rahim wanita tersebut dan akan terjadi kehamilan seperti kehamilan normal.[1]
2)      Syarat-syarat dalam mengikuti  program bayi tabung
1.      Telah dilakukan pengelolaan infertilitas ( kekurangsuburan) secara lengkap.
2.      Terdapat alasan yang jelas.
3.      Sehat jiwa dan raga pada suami istri.
4.      Mampu membiayai prosedur ini, dan kalau berhasil mampu membiayai persalinannya dan membesarkan bayinya.
5.      Mengerti secara umum seluk-beluk prosedur fertilisasi in vitro dan pembedahan embrio (FIV-PE)
6.      Mampu memberikan izin kepada dokter yang akan melakukan prosedur FIV-PE atas dasar pengertian (informed consent)
7.      Isteri berusia kurang dari 38 tahun
3)      Prosedur bayi tabung
Adapun prosedur dari teknik bayi tabung, terdiri dari beberapa tahapan. Yaitu :
1.      Tahap pertama : Pengobatan merangsang indung telur.
Pada tahap ini isteri diberi obat yang merangsang indung telur,sehingga dapat mengeluarkan banyak ovum dan cara ini berbeda dari cara biasa, hanya satu ovum yang berkembang dalam siklus haid.
2.      Tahap kedua : Pengambilan sel telur.
Apabila sel telur isteri sudah banyak, maka dilakukan pengambilan sel telur yang akan dilakukan dengan suntikan lewat vagina dibawah  bimbingan USG.
3.      Tahap ketiga : Pembuahan atau fertilisasi sel telur.
Setelah berhasil mengeluarkan beberapa sel telur, suami diminta mengeluarkan sendiri sperma. Sperma akan diproses, sehingga sel-sel sperma suami yang baik saja yang akan dipertemukan dengan sel-sel telur isteri dalam tabung gelas di laboratorium. Sel-sel telur isteri dan sel-sel sperma suami yang sudah dipertemukan itu kemudian dibiak dalam lemari pengeram. Pemantauan berikutnya dilakukan 18-20 jam kemudian. Pada pemantauan keesokan harinya diharapkan sudah terjadi pembelahan sel.
4.      Tahap keempat : Pemindahan embrio.
Kalau terjadi fertilisasi sebuah sel telur dengan sebuah sperma, maka terciptalah hasil pembuahan yang akan membelah menjadi beberapa sel, yang disebut embrio. Embrio ini akan dipindahkan melalui vagina kedalam rongga rahim ibunya 2-3 hari kemudian.
5.      Tahap kelima : Pengamatan terjadinya kehamilan.
Setelah implantasi embrio, maka tinggal menunggu apakah akan terjadi kehamilan.
Apabila 14 hari setelah pemindahan embrio tidak terjadi haid, maka dilakukan pemeriksaan kencing untuk menentukan adanya kehamilan. Kehamilan baru dipastikan dengan pemeriksaan USG seminggu kemudian.[2]
4)       Keuntungan, kerugian, dan efek samping bayi tabung.
Keuntungan Bayi Tabung:
1.      Mampu mengatasi permasalahan tidak kunjung memiliki anak bagi penderita kelainan organ reproduksi ataupun lainnya.
2.      Tidak perlu melakukan hubungan suami istri berulang kali untuk mendapatkan anak, melainkan hanya cukup memberikan sel telur dari sang wanita dan sperma dari sang pria.

Kerugian Bayi Tabung:
1.      Memerlukan biaya yang cukup besar dan tentunya juga memerlukan perawatan yang intensif untuk menjaga kesehatan sang bayi tabung.
2.      Tingkat keberhasilan bayi tabung masih 25% saja dan proses cukup panjang, sehingga memerlukan kesabaran yang cukup tinggi dalam proses pembuahan bayi tabung.
3.        Bisa disalah gunakan oleh pihak tertentu. Misalkan sang wanita membutuhkan pendonor sperma atau sebaliknya namun ternyata pihak pendonor malah mengklaim janin tersebut adalah anaknya.[3]

Efek Samping bayi Tabung :
1.      Ovarian Hyperstimulation Syndrome (OHSS), merupakan komplikasi dari proses stimulasi perkembangan telur dimana banyak folikel yang dihasilkan sehingga terjadi akumulasi cairan di perut. Cairan bisa sampai ke rongga dada dan yang paling parah harus masuk rumah sakit karena cairan harus dikeluarkan dengan membuat lubang dibagian perut. Kalau tidak dikeluarkan bisa menggangu fungsi tubuh yang lain. Kemungkinan terjadi sekitar 1%.
2.      Kehamilan kembar, bukan merupakan rahasia lagi kalau proses bayi tabung bisa menghasilkan lebih dari satu bayi.
3.      Keguguran. Ini memang bisa juga terjadi pada kehamilan normal. Tingkat keguguran kehamilan bayi tabung sekitar 20%.
4.      Kehamilan diluar kandungan atau kehamilan ektopik, kemungkinan terjadi sekitar 5%.
5.      Resiko pendarahan pada saat pengambilan sel telur (Ovum Pick Up). Karena prosedurnya menggunakan jarum khusus yang dimasukkan ke dalam rahim, resiko pendarahan bisa terjadi yang tentunya membutuhkan perawatan lebih lanjut.[4]



B.     BAYI TABUNG DALAM SUDUT PANDANG HUKUM
1)      Pandangan hukum islam
Persoalan bayi tabung pada manusia merupakan persoalan baru muncul dizaman modern, sehingga terjadi masalah fiqh kontemporer yang pembahasannya tidak dijumpai dalam buku-buku fiqh klasik. Karena itu pembahasan bayi tabung pada manusia dikalangan para ahli fiqh kontemporer lebih banyak mengacu kepada pertimbangan kemaslahatan umat manusia, khususnya kemaslahatan suami istri.
Disamping harus dikaji secara multidisipliner karena persoalan ini hanya bisa dipahami secara komprehensif jika dikaji berdasarkan ilmu kedokteran, biologi-khususnya genetika dan embriologi serta sosiologi.
Aspek hukum penggunaan bayi tabung didasarkan kepada sumber sperma dan ovum, serta rahim. Dalam hal ini hukum bayi tabung ada tiga macam, yaitu:
1.      Bayi tabung yang dilakukan dengan sel sperma dan ovum suami istri sendiri serta tidak ditrannsfer kedalam rahim wanita lain, hukumnya adalah mubah, asalkan kondisi suami istri itu benar-benar membutuhkan bayi tabung (inseminasi buatan) untuk memperoleh anak, lantaran dengan cara pembuahan alami, suami istri itu sulit memperoleh anak. Padahal anak merupakan suatu kebutuhan dan dambaan setiap keluarga. Disamping itu, salah satu tujuan dari perkawinan adalah untuk memperoleh anak dan keturunan yang sah serta bersih nasabnya. Jadi, bayi tabung merupakan suatu hajat (kebutuhan yang sangat penting) bagi suami istri yang gagal memperoleh anak secara alami. Dalam hal ini kaidah fiqih menentukan bahwa “Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu) diperlakukan seperti dalam keadaan terpaksa (emergency) padahal keadaan darurat/terpaksa membolehkan melakukan hal-hal yang terlarang.”
2.      Bayi tabung yang dilakukan dengan menggunakan sperma dan atau ovum dari donor, haram hukumnya karena hukumnya sama dengan zina, sehingga anak yang dilahirkan melalui proses bayi tabung tersebut tidak sah dan nasabnya hanya dihubungkan dengan ibu (yang melahirkan)-Nya. Termasuk juga haram sistem bayi tabung yang menggunakan sperma mantan suami yang telah meninggal dunia, sebab antara keduanya tidak terikat perkawinan lagi sejak suami meninggal dunia.
3.       Haram hukumnya bayi tabung yang diperoleh dari sperma dan ovum dari suami istri yang terikat perkawinan yang sah tetapi embrio yang terjadi dalam proses bayi tabung ditransfer kedalam rahim wanita lain atau bukan ibu genetic haram hukumnya. Jelasnya, bahwa bayi tabung yang menggunakan rahim rental, adalah haram hukumnya. Ini berarti bahwa kondisi darurat tidak mentolerir perbuatan zina atau bernuansa zina. Zina tetap haram walaupun darurat sekalipun.
Dalam kaitan ini Yusuf Qardawi mengemukakan bahwa keharaman bayi tabung dengan menggunakan sperma yang berasal dari laki-laki lain, baik diketahui maupun tidak, atau sel telur yang berasal dari wanita lain. Karena akan menimbulkan problem tentang siapa sebenarnya ibu dari bayi tersebut, apakah si pemilik sel telur itu yang membawa karakteristik keturunan, apakah wanita yang menderita dan menanggung rasa sakit karena hamil dan melahirkannya? Begitu pula jika wanita yang mengandungnya adalah istri lain dari suaminya sendiri, haram karena dengan cara ini tidak diketahui siapa sebenarnya dari kedua istri itu yang menjadi ibu dari bayi yang akan dilahirkan nanti. Juga kepada siapa nasab (keturunan) sang bayi disandarkan, apakah kepada pemilik sel telur atau sipemilk rahim?
Syekh Muhammad Yusuf Qardawi mengatakan bahwa:
“ islam telah melindungi keturunan, yaitu dengan mengharamkan zina dan pengangkatan anak, sehingga dengan demikian situasi keluarga selalu bersih dari anasir-anasir asing, maka untuk islam juga mengharmkan pencangkokan sperma (bayi tabung), apabila pencangkokan bukan dari sperma suami”.[5]
Dalam kasus ini para ahli fiqih mempunyai pendapat yang berbeda-beda. Pendapat pertama (yang dipilih Yusuf Qardawi), bahwa ibu bayi itu adalah sipemilik sel telur. Sedangkan pendapat kedua, bahwa “ibunya adalah wanita yang mengandung dan melahirkannya”.  Pendapat ini sejalan dengan zahir QS.al-mujadilah:2  yang artinya “ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka…………..”
Sedangkan pedapat pertama diatas selaras dengan genetika, bahwa anak akan mewarisi karakter (sifat-sifat) dari wanita pemilik sel telur dan laki-laki pemilik sel sperma. Karena dalam sel telur dan sperma itu terdapat kromosom dan didalam kromosom itulah terdapat gen. Gen inilah yang memberikan sifat menurun (hereditas) kepada anak.
Menurut Muhammad Syuhudi Ismail, sewa rahim sebagai salah satu bentuk rekayasa genetika adalah haram hukumnya. Alasannya, pada zaman jahiliah telah dikenal 4 jenis perkawinan dan hanya satu yang sesuai dengan perkawinan menurut islam. Jenis perkawinan lain adalah bibit unggul, poliandri sampai 9 orang suami, dan perkawinan massal (sejumlah laki-laki mengawini sejumlah wanita). Perkawinan bibit unggul memiliki persamaan dengan perkawinan unggul  yang terjadi pada zaman modern ini melalui jasa bank sperma. Perbedaannya perkawinan bibit unggul pada zaman jahiliah berjalan secara alamiah sedangkan sekarang ini berjalan secara ilmiah.[6]
         Disamping itu, praktek sewa rahim bertentangan dengan tujuan perkawinan. Karena salah satu tujuan perkawinan adalah untuk mendapatkan keturunan dengan jalan halal dan terhindar dari perbuatan yang dilarang agama, sedangkan dalam sewa rahim akan melahirkan banyak masalah bagi anak yang lahir, pemilik bibit, pemilik rahim dan sebagainya.
Tidak punya anak memang identik dengan terputusnya nasab, namun jika nasab tersambung dengan cara yang mengarah kepada zina justru mengancam eksistensi nasab itu sendiri. Alasan-alasan haramnya bayi tabung dengan menggunakan sperma dan atau ovum dari donor atau ditransfer kedalam rahim wanita lain, adalah:
1.      Firman Allah dalam QS.Al-Isra:70 mengatakan bahwa; yang artinya ”sesungguhnya kami telah memuliakan manusia”
        Dalam hal ini bayi tabung dengan menggunakan sperma dan atau ovum dari donor itu pada hakekatnya merendahkan harkat manusia sejajar dengan hewan yang diinseminasi, padahal tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia.
2.      Hadits nabi Muhammad SAW :
         Hadist ini tidak saja mengandung arti penyiraman sperma kedalam vagina seorang wanita melalui hubungan seksual, melainkan juga mengandung pengertian memasukkan sperma donor melalui proses bayi tabung, yaitu percampuran sperma dan ovum diluar rahim, yang tidak diikat perkawinan yang sah. Padahal hubungan biologis antara suami istri, disamping untuk menikmati karunia Allah dalam menyalurkan nafsu seksual, terutama dimaksudkan untuk mendapatkan keturunan yang halal dan diridhoi Allah. Karena itu sperma seorang suami hanya boleh ditumpahkan pada tempat yang dihalalkan oleh Allah, yaitu istri sendiri. Dengan demikian bayi tabung dengan cara mencampurkan sperma dan ovum donor dari orang lain identik dengan prositusi terselubung yang dilarang oleh syariat islam. yang berbunyi :
        “tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menyiramkan air (sperma)-Nya kedalam tanaman (vagina istri) orang lain”.(HR Abu Daud dari Ruwaifa’ bin Sabit).
3.      Kaidah Fiqih
       Dalam hal ini masalah bayi tabung dengan menggunakan donor adalah membantu pasangan suami istri dalam mendapatkan anak, yang yang secara alamiah kesulitan memperoleh anak karena adanya hambatan alami menghalangi bertemunya sel sperma dengan sel telur (misalnya saluran telurnya terlalu sempit atau ejakulasi (pancaran sperma)-Nya terlalu lemah.
Dengan demikian, mafsadsah (bahaya) bayi tabung dengan donor sangat besar. Antara lain :
3.1   Percampuran nasab, padahal islam sangat memelihara kesucian, kehormatan dan kemurnian nasab, karena ada kaitannya dengan kemahraman (siapa yang halal dan siapa yang haram dikawini) serta kewarisan ;
3.2   Bertentangan dengan sunatullah atau hukum alam;
3.3   Statusnya sama dengan zina, karena percampuran sperma dan ovum tanpa perkawinan yang sah;
3.4  Anak yang dilahirkan bisa menjadi sumber konflik dalam rumah tangga, terutama bayi tabung dengan bantuan donor akan berbeda sifat-sifat fisik, dan karakter/mental dengan ibu/ bapaknya;
3.5   Anak yang dilahirkan melalui bayi tabung yang percampuran nasabnya terselubung dan dirahasiakan donornya, lebih jelek daripada anak adopsi yang umumnya diketahui asal atau nasabnya;
3.6   Bayi tabung dengan menggunakan rahim rental (sewaan) akan lahir tanpa proses kasih sayang yang alami (tidak terjalin hubungan keibuan antara anak dan ibunya secara alami). Sehingga akan menimbulkan masalah dikemudian hari. Ini berdasarkan kaidah fiqih yang artinya “menolak kerusakan harus didahulukan dari pada menarik kemaslahatan”[7]
2)      Pandangan hukum perdata di Indonesia

Jika benihnya berasal dari Suami Istri :
·        Apabila upaya  yang dilakukan oleh pasangan suami-isteri  yang mengikuti program bayi tabung yang kemudian menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami istri, kemudian embrionya ditransplantasikan pada rahim isteri berhasil memperoleh anak, maka nampaklah bahwa:
1.      Anak itu secara biologis anak dari pasangan suami-isteri.
2.      Yang melahirkan anak itu isteri dari suami.
3.      Orang tua anak itu terikat dalam perkawinan yang sah.[8]
·        Jika ketika embrio diimplantasikan kedalam rahim ibunya di saat ibunya telah bercerai dari suaminya maka jika anak itu lahir sebelum 300 hari perceraian mempunyai status sebagai anak sah dari pasangan tersebut. Namun jika dilahirkan setelah masa 300 hari, maka anak itu bukan anak sah bekas suami ibunya dan tidak memiliki hubungan keperdataan apapun dengan bekas suami ibunya. Dasar hukum ps. 255 KUHPer.[9]
·        Jika embrio diimplantasikan kedalam rahim wanita lain yang bersuami, maka secara yuridis status anak itu adalah anak sah dari pasangan penghamil, bukan pasangan yang mempunyai benih. Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer. Dalam hal ini Suami dari Istri penghamil dapat menyangkal anak tersebut sebagai anak sah-nya melalui tes golongan darah atau dengan jalan tes DNA. (Biasanya dilakukan perjanjian antara kedua pasangan tersebut dan perjanjian semacam itu dinilai sah secara perdata barat, sesuai dengan ps. 1320 dan 1338 KUHPer.)[10]
Jika salah satu benihnya berasal dari donor
·        Jika Suami mandul dan Istrinya subur, maka dapat dilakukan fertilisasi in vitro transfer embrio dengan persetujuan pasangan tersebut. Sel telur Istri akan dibuahi dengan Sperma dari donor di dalam tabung petri dan setelah terjadi pembuahan diimplantasikan ke dalam rahim Istri. Anak yang dilahirkan memiliki status anak sah dan memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya sepanjang si Suami tidak menyangkalnya dengan melakukan tes golongan darah atau tes DNA. Dasar hukum ps. 250 KUHPer.
·        Jika embrio diimplantasikan kedalam rahim wanita lain yang bersuami maka anak yang dilahirkan merupakan anak sah dari pasangan penghamil tersebut. Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer.
Jika semua benihnya dari donor
·        Jika sel sperma maupun sel telurnya berasal dari orang yang tidak terikat pada perkawinan, tapi embrio diimplantasikan ke dalam rahim seorang wanita yang terikat dalam perkawinan maka anak yang lahir mempunyai status anak sah dari pasangan Suami Istri tersebut karena dilahirkan oleh seorang perempuan yang terikat dalam perkawinan yang sah.
·        Jika diimplantasikan kedalam rahim seorang gadis maka anak tersebut memiliki status sebagai anak luar kawin karena gadis tersebut tidak terikat perkawinan secara sah dan pada hakekatnya anak tersebut bukan pula anaknya secara biologis kecuali sel telur berasal darinya. Jika sel telur berasal darinya maka anak tersebut sah secara yuridis dan biologis sebagai anaknya
C.     BAYI TABUNG DARI SUDUT PANDANG ETIKA
Program bayi tabung pada dasarnya tidak sesuai dengan budaya dan tradisi ketimuran kita.  Sebagian agamawan  menolak adanya fertilisasi in vitro pada manusia, sebab mereka berasumsi bahwa kegiatan tersebut termasuk Intervensi terhadap “karya Illahi”. Dalam artian, mereka yang melakukakan hal tersebut berarti ikut campur dalam hal penciptaan yang tentunya itu menjadi hak prioregatif Tuhan. Padahal semestinya hal tersebut bersifat natural, bayi itu terlahir melalui proses alamiah yaitu melalui hubungan seksual antara suami-istri yang sah menurut agama
Tettamanzi menggunaka metode penilaian etis tradisional yang menganalisis, tujuan, keadaan, dan objek material.  Pertama, tujuan dari hal ini berlu dibedakan antara bayi tabung untuk kelahiran manusia dan bayi tabung untuk uji coba. Tentu pengadaan bayi tabung untuk uji coba tidak bisa diterima secara etis. Kedua pengadaan bayi tabung untuk kelahiran manusia bisa dan harus dipertimbangkan secara khusus dalam hubungan dengan pribadi-pribadi orang tua dan anak yang dilahirkan. Tentu pembenihan buatan (yang melibatkan pihak ketiga) dari luar pasangan suami istri sebagai pembenih atau penyumbang telur tidak dapat diterima sebab kasus ini melanggar kesatuan dalam perkawinan dan perubahan hubungan anak dan orang tua.[11]
Aspek Human Right
 Dalam DUHAM dikatakan semua orang dilahirkan bebas dengan martabat yang setara. Pengakuan hak-hak manusia telah diatur di dunia international, salah satunya tentang hak reproduksi.
Dalam kasus ini, meskipun keputusan inseminasi buatan dengan donor sperma dari laki-laki yang bukan suami wanita tersebut adalah hak dari pasangan suami istri tersebut, namun harus dipertimbangkan secara hukum, baik hukum perdata, hukum pidana, hukum agama, hukum kesehatan serta etika (moral) ketimuran yang berlaku di Indonesia .
Di Indonesia sendiri bila dipandang dari segi etika, pembuatan bayi tabung tidak melanggar, tapi dengan syarat sperma dan ovum berasal dari pasangan yang sah. Jangan sampai sperma berasal dari bank sperma,  atau ovum dari pendonor. Sementara untuk kasus, sperma dan ovum berasal dari suami-istri tapi ditanamkan dalam rahim wanita lain alias pinjam rahim, masih banyak yang mempertentangkan. Bagi yang setuju mengatakan bahwa si wanita itu bisa dianalogikan sebagai ibu susu karena si bayi di beri makan oleh pemilik rahim. Tapi sebagian yang menentang mengatakan bahwa hal tersebut termasuk zina karena telah menanamkan gamet dalam rahim yang bukan muhrimnya.
Penolakan ini berdasarkan prinsip reproduksi kodrati melalui persebadanan suami istri dan penolakan campur tangan teknologi dalam proses reproduksi. Anak yang dilahirkan dari pembenihan buatan ini suatu hari akan mempertanyakan asal usul diri mereka.
Tetapi sebenarnya UU Kesehatan no. 36 tahun 2009, pasal 127 ditegaskan bahwa Kehamilan diluar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu suami istri mendapat keturunan, tetapi upaya kehamilan tersebut hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah yaitu: hasil pembuahan sperma dan ovum harus berasal dari pasangan suami istri tersebut, untuk kemudian ditanamkan dalam rahim si istri. Jadi untuk saat ini wacana Surrogates Mother di Indonesia tidak begitu saja dapat dibenarkan



 BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
1.      Teknologi reproduksi buatan merupakan hasil kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pada prinsipnya bersifat netral dan dikembangkan untuk meningkatkan derajat hidup dan kesejahteraan umat manusia.
2.       Dalam pelaksanaannya akan berbenturan dengan berbagai permasalahan moral, etika, dan hukum yang komplek sehingga memerlukan pertimbangan dan pengaturan yang bijaksana dalam rangka memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap semua pihak yang terlibat dalam penerapan teknologi reproduksi buatan dengan tetap mengacu kepada penghormatan harkat dan martabat manusia serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.
3.      Hukum Indonesia mengatur mengenai teknologi reproduksi manusia sebatas upaya kehamilan diluar cara alamiah, dengan sperma dan sel telur yang berasal pasangan suami isteri dan ditanamkan dalam rahim isteri. Dengan demikian teknologi bayi tabung yang sperma dan sel telurnya berasal dari suami isteri dan ditanamkan dalam rahim isteri diperbolehkan di Indonesia, sedangkan teknik ibu pengganti (surrogate mother) tidak diizinkan dilakukan.
4.      Inseminasi buatan dengan sperma dan ovum donor diharamkan oleh Islam. Hukumnya sama dengan Zina dan anak yang lahir dari hasil inseminasi macam ini statusnya sama dengan anak yang lahir diluar perkawinan yang sah.
5.      Etika diperlukan untuk menentukan arah perkembangan bioteknologi serta perkembangannya secara teknis, sehingga tujuan yang menyimpang dan merugikan bagi kemanusiaan dapat dihindarkan.

B.      Saran
Semoga makalah ini bisa berguna bagi pembaca, khususnya bagi mahasiswa. Namun manusia tidaklah ada yang sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran sangat diperlukan guna memperbaiki makalah ini.




[1] http://akusayangkamu-sebuahblogkebanggaanmu.blogspot.com/2011/08/makalah-bayi-tabung-dari-sudut-pandang.html
[2] Salim HS, S.H.,M.S.Bayi Tabung Tinjauan Aspek Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika,1993),hlm.54
[3] http://obatkafe.blogspot.com/2012/09/10-fakta-bayi-tabung-yang-wajib-di.html
[4] http://keperawatanreligionputriyanilubis.wordpress.com/about/
[5] Salim HS, S.H.,M.S.Bayi Tabung Tinjauan Aspek Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika,1993),hlm.41
[6] http://akusayangkamu-sebuahblogkebanggaanmu.blogspot.com/2011/08/makalah-bayi-tabung-dari-sudut-pandang.html
[7] http://akusayangkamu-sebuahblogkebanggaanmu.blogspot.com/2011/08/makalah-bayi-tabung-dari-sudut-pandang.html
[8] Salim HS, S.H.,M.S.Bayi Tabung Tinjauan Aspek Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika,1993),hlm.76

[9] http://akusayangkamu-sebuahblogkebanggaanmu.blogspot.com/2011/08/makalah-bayi-tabung-dari-sudut-pandang.html
[10] http://akusayangkamu-sebuahblogkebanggaanmu.blogspot.com/2011/08/makalah-bayi-tabung-dari-sudut-pandang.html
[11] Chang, William. Bioetika Sebuah Pengantar, ( Yogyakarta :Penerbit Kanisius. 2009) hlm. 22
 



Daftar Pustaka

Chang ,William.2009. BIOETIKA Sebuah Pengantar. Yogyakarta : Penerbit Kanisius
HS, Salim. 1993. BAYI TABUNG Tinjauan Aspek Hukum. Jakarta : Sinar Grafika




0 Comments