BAYI TABUNG DARI SUDUT PANDANG
MEDIS, HUKUM, DAN ETIKA
Disusun Oleh :
Sundaniawati Safitri
1110016200010
Program Studi Pendidikan Kimia
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Alam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
JAKARTA
KATA
PENGANTAR
Segala puji bagi Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul “Kedudukan Hukum Anak yang Dilahirkan Melalui Proses
Bayi Tabung” Penyusunan makalah ini untuk
melengkapi tugas Ujian Akhir Semester (UAS). Lewat makalah ini kami berharap dapat menambah
wawasan dan pengetahuan tentang bagaimana kedudukan
hukum dari anak yang dilahirkan dari proses bayi tabung dengan berbagai proses. Makalah
ini disusun oleh penyusun tak lepas dari berbagai kendala, baik itu yang
bersifat internal ataupun eksternal. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama
pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Menyadari banyaknya kekurangan dalam penulisan makalah ini. Karena itu, penulis sangat mengharapakan kritikan dan saran dari para pembaca untuk melengkapi segala kekurangan dan kesalahan dari makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.. Terimakasih. .
Ciputat, 14 Desember 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………….. i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG …………………………………………………………………1
KATA PENGANTAR………………………………………………………………….. i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG …………………………………………………………………1
B.
METODE PENYUSUNAN…………………………………………………………….1
C.
POKOK PERMASALAHAN……..……………………………………………………2
D.
TUJUAN PENULISAN………………………………………………………………...2
BAB II PEMBAHASAN
A. BAYI TABUNG MENURUT PANDANGAN MEDIS……………………………….3
BAB II PEMBAHASAN
A. BAYI TABUNG MENURUT PANDANGAN MEDIS……………………………….3
1.
Pengertian……………………………………………………………………..3
2. Syarat-syarat
dalam mengikuti program bayi tabung..…………………….....3
3.
Prosedur bayi tabung…………………………………………………………4
4.
Keuntungan, kerugian, dan efek samping bayi tabung……………………….4
B.
BAYI TABUNG MENURUT PANDANGAN HUKUM…………………………….6
1. Pandangan
hukum islam………………………………………………………6
2. Pandangan hukum perdata di Indonesia……………………………………..10
C. BAYI TABUNG MENURUT PANDANGAN ETIKA ..……………………………11
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN……………………………………………………………………….13
A. KESIMPULAN……………………………………………………………………….13
B. SARAN………………………………………………………………………………..13
Daftar Pustaka.
Daftar Pustaka.
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bayi tabung adalah proses pembuahan sel telur dan sperma diluar
tubuh wanita. Sering disebut “in vitro vertilzation”. In into berasal dari
bahasa latin yang berarti gelas /tabung gelas, dan vertilization barasal dari bahasa
inggris yang berarti pembuahan. Bayi tabung adalah bayi hasil konsepsinya
(pertemuan sel telur dan sperma) yang dilakukan dalam sebuah tabung yang sudah
dipersiapkan sedemikian rupa di laboratorium.
Sekarang Fertilisasi In Vitro (FIV) yang awalnya hanya di
peruntukan untuk membantu pasangan Pasangan suami istri (pasutri) yang
mengalami 1) kerusakan kedua tuba ; 2) faktor suami ( ligospermia) ; 3) faktor
serviks abnormal ; 4) faktor immunologik ; 5) infertilitas karena
endometriosis, seiring perkembangan zaman di mana pasangan yang sebenarnya
subur sekarang sudah mengikuti juga program FIV dengan alasan sebagian para
wanita ingin menjaga postur tubuh agar tetap indah dan terjaga, selain
itu juga, ada sebagian wanita yang ingin mempunyai anak tanpa melakukan
hubungan seksual (tanpa menikah) misalnya mengambil sperma orang lain untuk
ditrasfer ke rahimnya agar wanita tersebut mempunyai anak, dan ada juga
pasangan yang mengalami kelainan seksual seperti Homoseksual dan Lesbian yang
ingin mempunyai anak bisa saja melakukan program FIV atau bayi tabung dengan
mengambil sperma atau sel telur orang lain (tranfer embrio).
B. Metode penyusunan
Metode
yang penulis ambil dalam penyusunan karya tulis ini adalah berdasarkan data–data
dari beberapa buku dan data dari internet. .
C.
Pokok permasalahan
Dalam makalah ini, penulis akan membahas tentang :
1.
Pemaparan bayi tabung dari sudut pandang medis.
2.
pemaparan bayi tabung dari sudut pandang Hukum
3.
pemaparan bayi tabung dari sudut pandang Etika.
D.
Tujuan Penulisan
Berangkat
dari latar belakang di atas, maka tujuan dari pada isi serta pembuatan makalah
ini yaitu :
1.
Untuk mengetahui pemaparan bayi tabung
dari sudut pandang Medis .
2.
Untuk mengetahui pemaparan bayi tabung
dari sudut pandang Hukum .
3.
Untuk mengetahui pemaparan bayi
tabung dari sudut pandang Etika .
BAB II
PEMBAHASAN
A. BAYI TABUNG DALAM SUDUT PANDANG
MEDIS
1)
Pengertian
Bayi tabung atau
dalam bahasa kedokteran disebut In Vitro Fertilization (IVF) adalah
suatu upaya memperoleh kehamilan dengan jalan mempertemukan sel sperma dan sel
telur dalam suatu wadah khusus. Pada kondisi normal, pertemuan ini
berlangsung di dalam saluran tuba. Dalam proses bayi tabung proses ini
berlangsung di laboratorium dan dilaksanakan oleh tenaga medis sampai
menghasilkan suatu embrio dan di iplementasikkan ke dalam rahim wanita yang
mengikuti program bayi tabung tersebut. Embrio ini juga dapat disimpan
dalam bentuk beku (cryopreserved) dan dapat digunakan
kelak jika dibutuhkan. Bayi tabung merupakan pilihan untuk memperoleh
keturunan bagi ibu-ibu yang memiliki gangguan pada saluran tubanya. Pada
kondisi normal, sel telur yang telah matang akan dilepaskan oleh indung telur
(ovarium) menuju saluran tuba (tuba fallopi) untuk selanjutnya menunggu sel
sperma yang akan membuahi sel telur tersebut tersebut. Dalam bayi tabung
proses ini terjadi dalam tabung dan setelah terjadi pembuahan (embrio) maka
segera di iplementasikan ke rahim wanita tersebut dan akan terjadi kehamilan
seperti kehamilan normal.[1]
2)
Syarat-syarat dalam mengikuti program bayi tabung
1.
Telah
dilakukan pengelolaan infertilitas ( kekurangsuburan) secara lengkap.
2.
Terdapat
alasan yang jelas.
3.
Sehat
jiwa dan raga pada suami istri.
4.
Mampu
membiayai prosedur ini, dan kalau berhasil mampu membiayai persalinannya dan
membesarkan bayinya.
5.
Mengerti
secara umum seluk-beluk prosedur fertilisasi in vitro dan pembedahan embrio
(FIV-PE)
6.
Mampu
memberikan izin kepada dokter yang akan melakukan prosedur FIV-PE atas dasar
pengertian (informed consent)
7.
Isteri
berusia kurang dari 38 tahun
3)
Prosedur bayi tabung
Adapun prosedur dari teknik bayi tabung, terdiri dari beberapa
tahapan. Yaitu :
1.
Tahap
pertama : Pengobatan merangsang indung telur.
Pada tahap ini isteri diberi obat yang merangsang indung
telur,sehingga dapat mengeluarkan banyak ovum dan cara ini berbeda dari cara
biasa, hanya satu ovum yang berkembang dalam siklus haid.
2.
Tahap
kedua : Pengambilan sel telur.
Apabila sel telur isteri sudah banyak, maka dilakukan pengambilan
sel telur yang akan dilakukan dengan suntikan lewat vagina dibawah bimbingan USG.
3.
Tahap
ketiga : Pembuahan atau fertilisasi sel telur.
Setelah berhasil mengeluarkan beberapa sel telur, suami diminta
mengeluarkan sendiri sperma. Sperma akan diproses, sehingga sel-sel sperma
suami yang baik saja yang akan dipertemukan dengan sel-sel telur isteri dalam
tabung gelas di laboratorium. Sel-sel telur isteri dan sel-sel sperma suami
yang sudah dipertemukan itu kemudian dibiak dalam lemari pengeram. Pemantauan
berikutnya dilakukan 18-20 jam kemudian. Pada pemantauan keesokan harinya
diharapkan sudah terjadi pembelahan sel.
4.
Tahap
keempat : Pemindahan embrio.
Kalau terjadi fertilisasi sebuah sel telur dengan sebuah sperma,
maka terciptalah hasil pembuahan yang akan membelah menjadi beberapa sel, yang
disebut embrio. Embrio ini akan dipindahkan melalui vagina kedalam rongga rahim
ibunya 2-3 hari kemudian.
5.
Tahap
kelima : Pengamatan terjadinya kehamilan.
Setelah implantasi embrio, maka tinggal menunggu apakah akan
terjadi kehamilan.
Apabila 14 hari setelah pemindahan embrio tidak terjadi haid, maka
dilakukan pemeriksaan kencing untuk menentukan adanya kehamilan. Kehamilan baru
dipastikan dengan pemeriksaan USG seminggu kemudian.[2]
4)
Keuntungan, kerugian, dan
efek samping bayi tabung.
Keuntungan
Bayi Tabung:
1. Mampu mengatasi permasalahan tidak
kunjung memiliki anak bagi penderita kelainan organ reproduksi ataupun lainnya.
2. Tidak perlu melakukan hubungan suami
istri berulang kali untuk mendapatkan anak, melainkan hanya cukup memberikan
sel telur dari sang wanita dan sperma dari sang pria.
Kerugian Bayi Tabung:
1.
Memerlukan
biaya yang cukup besar dan tentunya juga memerlukan perawatan yang intensif
untuk menjaga kesehatan sang bayi tabung.
2.
Tingkat
keberhasilan bayi tabung masih 25% saja dan proses cukup panjang, sehingga
memerlukan kesabaran yang cukup tinggi dalam proses pembuahan bayi tabung.
3.
Bisa disalah gunakan oleh pihak tertentu. Misalkan sang wanita membutuhkan
pendonor sperma atau sebaliknya namun ternyata pihak pendonor malah mengklaim
janin tersebut adalah anaknya.[3]
Efek Samping bayi Tabung :
1.
Ovarian
Hyperstimulation Syndrome (OHSS), merupakan komplikasi dari proses stimulasi
perkembangan telur dimana banyak folikel yang dihasilkan sehingga terjadi
akumulasi cairan di perut. Cairan bisa sampai ke rongga dada dan yang
paling parah harus masuk rumah sakit karena cairan harus
dikeluarkan dengan membuat lubang dibagian perut. Kalau tidak dikeluarkan
bisa menggangu fungsi tubuh yang lain. Kemungkinan terjadi sekitar 1%.
2.
Kehamilan
kembar, bukan merupakan rahasia lagi kalau proses bayi tabung bisa menghasilkan
lebih dari satu bayi.
3.
Keguguran.
Ini memang bisa juga terjadi pada kehamilan normal. Tingkat keguguran kehamilan
bayi tabung sekitar 20%.
4.
Kehamilan
diluar kandungan atau kehamilan ektopik, kemungkinan terjadi sekitar 5%.
5.
Resiko
pendarahan pada saat pengambilan sel telur (Ovum Pick Up). Karena prosedurnya
menggunakan jarum khusus yang dimasukkan ke dalam rahim, resiko pendarahan bisa
terjadi yang tentunya membutuhkan perawatan lebih lanjut.[4]
B.
BAYI TABUNG DALAM SUDUT PANDANG HUKUM
1)
Pandangan hukum islam
Persoalan bayi tabung pada manusia merupakan persoalan baru
muncul dizaman modern, sehingga terjadi masalah fiqh kontemporer yang
pembahasannya tidak dijumpai dalam buku-buku fiqh klasik. Karena itu pembahasan
bayi tabung pada manusia dikalangan para ahli fiqh kontemporer lebih banyak
mengacu kepada pertimbangan kemaslahatan umat manusia, khususnya kemaslahatan
suami istri.
Disamping harus dikaji secara multidisipliner karena
persoalan ini hanya bisa dipahami secara komprehensif jika dikaji berdasarkan
ilmu kedokteran, biologi-khususnya genetika dan embriologi serta sosiologi.
Aspek hukum penggunaan bayi tabung didasarkan kepada sumber
sperma dan ovum, serta rahim. Dalam hal ini hukum bayi tabung ada tiga macam,
yaitu:
1.
Bayi tabung yang dilakukan dengan sel sperma dan ovum suami
istri sendiri serta tidak ditrannsfer kedalam rahim wanita lain, hukumnya adalah
mubah, asalkan kondisi suami istri itu benar-benar membutuhkan bayi tabung
(inseminasi buatan) untuk memperoleh anak, lantaran dengan cara pembuahan
alami, suami istri itu sulit memperoleh anak. Padahal anak merupakan suatu
kebutuhan dan dambaan setiap keluarga. Disamping itu, salah satu tujuan dari
perkawinan adalah untuk memperoleh anak dan keturunan yang sah serta bersih
nasabnya. Jadi, bayi tabung merupakan suatu hajat (kebutuhan yang sangat
penting) bagi suami istri yang gagal memperoleh anak secara alami. Dalam hal
ini kaidah fiqih menentukan bahwa “Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu)
diperlakukan seperti dalam keadaan terpaksa (emergency) padahal keadaan
darurat/terpaksa membolehkan melakukan hal-hal yang terlarang.”
2.
Bayi tabung yang dilakukan dengan menggunakan sperma dan
atau ovum dari donor, haram hukumnya karena hukumnya sama dengan zina, sehingga
anak yang dilahirkan melalui proses bayi tabung tersebut tidak sah dan nasabnya
hanya dihubungkan dengan ibu (yang melahirkan)-Nya. Termasuk juga haram sistem
bayi tabung yang menggunakan sperma mantan suami yang telah meninggal dunia,
sebab antara keduanya tidak terikat perkawinan lagi sejak suami meninggal
dunia.
3.
Haram hukumnya bayi
tabung yang diperoleh dari sperma dan ovum dari suami istri yang terikat
perkawinan yang sah tetapi embrio yang terjadi dalam proses bayi tabung
ditransfer kedalam rahim wanita lain atau bukan ibu genetic haram hukumnya.
Jelasnya, bahwa bayi tabung yang menggunakan rahim rental, adalah haram
hukumnya. Ini berarti bahwa kondisi darurat tidak mentolerir perbuatan zina
atau bernuansa zina. Zina tetap haram walaupun darurat sekalipun.
Dalam
kaitan ini Yusuf Qardawi mengemukakan bahwa keharaman bayi tabung dengan
menggunakan sperma yang berasal dari laki-laki lain, baik diketahui maupun
tidak, atau sel telur yang berasal dari wanita lain. Karena akan menimbulkan
problem tentang siapa sebenarnya ibu dari bayi tersebut, apakah si pemilik sel
telur itu yang membawa karakteristik keturunan, apakah wanita yang menderita
dan menanggung rasa sakit karena hamil dan melahirkannya? Begitu pula jika
wanita yang mengandungnya adalah istri lain dari suaminya sendiri, haram karena
dengan cara ini tidak diketahui siapa sebenarnya dari kedua istri itu yang
menjadi ibu dari bayi yang akan dilahirkan nanti. Juga kepada siapa nasab
(keturunan) sang bayi disandarkan, apakah kepada pemilik sel telur atau
sipemilk rahim?
Syekh Muhammad Yusuf Qardawi mengatakan bahwa:
“
islam telah melindungi keturunan, yaitu dengan mengharamkan zina dan pengangkatan
anak, sehingga dengan demikian situasi keluarga selalu bersih dari
anasir-anasir asing, maka untuk islam juga mengharmkan pencangkokan sperma
(bayi tabung), apabila pencangkokan bukan dari sperma suami”.[5]
Dalam
kasus ini para ahli fiqih mempunyai pendapat yang berbeda-beda. Pendapat
pertama (yang dipilih Yusuf Qardawi), bahwa ibu bayi itu adalah sipemilik sel
telur. Sedangkan pendapat kedua, bahwa “ibunya adalah wanita yang mengandung
dan melahirkannya”. Pendapat ini sejalan dengan zahir QS.al-mujadilah:2
yang artinya “ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan
mereka…………..”
Sedangkan
pedapat pertama diatas selaras dengan genetika, bahwa anak akan mewarisi
karakter (sifat-sifat) dari wanita pemilik sel telur dan laki-laki pemilik sel
sperma. Karena dalam sel telur dan sperma itu terdapat kromosom dan didalam
kromosom itulah terdapat gen. Gen inilah yang memberikan sifat menurun
(hereditas) kepada anak.
Menurut Muhammad Syuhudi Ismail, sewa rahim sebagai salah
satu bentuk rekayasa genetika adalah haram hukumnya. Alasannya, pada zaman
jahiliah telah dikenal 4 jenis perkawinan dan hanya satu yang sesuai dengan
perkawinan menurut islam. Jenis perkawinan lain adalah bibit unggul, poliandri
sampai 9 orang suami, dan perkawinan massal (sejumlah laki-laki mengawini
sejumlah wanita). Perkawinan bibit unggul memiliki persamaan dengan perkawinan
unggul yang terjadi pada zaman modern ini melalui jasa bank sperma.
Perbedaannya perkawinan bibit unggul pada zaman jahiliah berjalan secara
alamiah sedangkan sekarang ini berjalan secara ilmiah.[6]
Disamping itu, praktek sewa rahim bertentangan dengan tujuan perkawinan. Karena
salah satu tujuan perkawinan adalah untuk mendapatkan keturunan dengan jalan
halal dan terhindar dari perbuatan yang dilarang agama, sedangkan dalam sewa
rahim akan melahirkan banyak masalah bagi anak yang lahir, pemilik bibit,
pemilik rahim dan sebagainya.
Tidak punya anak memang identik
dengan terputusnya nasab, namun jika nasab tersambung dengan cara yang mengarah
kepada zina justru mengancam eksistensi nasab itu sendiri. Alasan-alasan
haramnya bayi tabung dengan menggunakan sperma dan atau ovum dari donor atau
ditransfer kedalam rahim wanita lain, adalah:
1. Firman Allah dalam QS.Al-Isra:70
mengatakan bahwa; yang artinya ”sesungguhnya kami telah memuliakan manusia”
Dalam hal
ini bayi tabung dengan menggunakan sperma dan atau ovum dari donor itu pada
hakekatnya merendahkan harkat manusia sejajar dengan hewan yang diinseminasi,
padahal tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia.
2. Hadits nabi Muhammad SAW :
Hadist ini tidak saja mengandung arti
penyiraman sperma kedalam vagina seorang wanita melalui hubungan seksual,
melainkan juga mengandung pengertian memasukkan sperma donor melalui proses
bayi tabung, yaitu percampuran sperma dan ovum diluar rahim, yang tidak diikat
perkawinan yang sah. Padahal hubungan biologis antara suami istri, disamping
untuk menikmati karunia Allah dalam menyalurkan nafsu seksual, terutama
dimaksudkan untuk mendapatkan keturunan yang halal dan diridhoi Allah. Karena
itu sperma seorang suami hanya boleh ditumpahkan pada tempat yang dihalalkan
oleh Allah, yaitu istri sendiri. Dengan demikian bayi tabung dengan cara
mencampurkan sperma dan ovum donor dari orang lain identik dengan prositusi
terselubung yang dilarang oleh syariat islam. yang berbunyi :
“tidak halal bagi
seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menyiramkan air (sperma)-Nya
kedalam tanaman (vagina istri) orang lain”.(HR Abu Daud dari Ruwaifa’ bin
Sabit).
3. Kaidah Fiqih
Dalam hal ini
masalah bayi tabung dengan menggunakan donor adalah membantu pasangan suami
istri dalam mendapatkan anak, yang yang secara alamiah kesulitan memperoleh
anak karena adanya hambatan alami menghalangi bertemunya sel sperma dengan sel
telur (misalnya saluran telurnya terlalu sempit atau ejakulasi (pancaran
sperma)-Nya terlalu lemah.
Dengan
demikian, mafsadsah (bahaya) bayi tabung dengan donor sangat besar. Antara lain
:
3.1 Percampuran nasab, padahal islam sangat
memelihara kesucian, kehormatan dan kemurnian nasab, karena ada kaitannya
dengan kemahraman (siapa yang halal dan siapa yang haram dikawini) serta kewarisan
;
3.2 Bertentangan dengan sunatullah atau hukum
alam;
3.3 Statusnya sama dengan zina, karena percampuran
sperma dan ovum tanpa perkawinan yang sah;
3.4 Anak yang dilahirkan bisa menjadi
sumber konflik dalam rumah tangga, terutama bayi tabung dengan bantuan donor
akan berbeda sifat-sifat fisik, dan karakter/mental dengan ibu/ bapaknya;
3.5 Anak yang dilahirkan melalui bayi tabung yang
percampuran nasabnya terselubung dan dirahasiakan donornya, lebih jelek
daripada anak adopsi yang umumnya diketahui asal atau nasabnya;
3.6 Bayi tabung dengan menggunakan rahim rental
(sewaan) akan lahir tanpa proses kasih sayang yang alami (tidak terjalin
hubungan keibuan antara anak dan ibunya secara alami). Sehingga akan
menimbulkan masalah dikemudian hari. Ini berdasarkan kaidah fiqih yang artinya
“menolak kerusakan harus didahulukan dari pada menarik kemaslahatan”[7]
2) Pandangan
hukum perdata di Indonesia
Jika
benihnya berasal dari Suami Istri :
·
Apabila
upaya yang dilakukan oleh pasangan
suami-isteri yang mengikuti program bayi
tabung yang kemudian menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami istri, kemudian
embrionya ditransplantasikan pada rahim isteri berhasil memperoleh anak, maka
nampaklah bahwa:
1.
Anak itu secara biologis anak dari pasangan suami-isteri.
2.
Yang melahirkan anak itu isteri dari suami.
3.
Orang tua anak itu terikat dalam perkawinan
yang sah.[8]
·
Jika
ketika embrio diimplantasikan kedalam rahim ibunya di saat ibunya telah
bercerai dari suaminya maka jika anak itu lahir sebelum 300 hari perceraian
mempunyai status sebagai anak sah dari pasangan tersebut. Namun jika dilahirkan
setelah masa 300 hari, maka anak itu bukan anak sah bekas suami ibunya dan
tidak memiliki hubungan keperdataan apapun dengan bekas suami ibunya. Dasar
hukum ps. 255 KUHPer.[9]
·
Jika
embrio diimplantasikan kedalam rahim wanita lain yang bersuami, maka secara
yuridis status anak itu adalah anak sah dari pasangan penghamil, bukan pasangan
yang mempunyai benih. Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer.
Dalam hal ini Suami dari Istri penghamil dapat menyangkal anak tersebut sebagai
anak sah-nya melalui tes golongan darah atau dengan jalan tes DNA. (Biasanya
dilakukan perjanjian antara kedua pasangan tersebut dan perjanjian semacam itu
dinilai sah secara perdata barat, sesuai dengan ps. 1320 dan 1338 KUHPer.)[10]
Jika salah satu benihnya berasal
dari donor
·
Jika Suami mandul dan Istrinya subur, maka dapat dilakukan
fertilisasi in vitro transfer embrio dengan persetujuan pasangan tersebut. Sel
telur Istri akan dibuahi dengan Sperma dari donor di dalam tabung petri dan
setelah terjadi pembuahan diimplantasikan ke dalam rahim Istri. Anak yang
dilahirkan memiliki status anak sah dan memiliki hubungan mewaris dan hubungan
keperdataan lainnya sepanjang si Suami tidak menyangkalnya dengan melakukan tes
golongan darah atau tes DNA. Dasar hukum ps. 250 KUHPer.
·
Jika embrio diimplantasikan kedalam rahim wanita lain yang
bersuami maka anak yang dilahirkan merupakan anak sah dari pasangan penghamil
tersebut. Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer.
Jika semua benihnya dari donor
·
Jika sel sperma maupun sel telurnya berasal dari orang yang
tidak terikat pada perkawinan, tapi embrio diimplantasikan ke dalam rahim
seorang wanita yang terikat dalam perkawinan maka anak yang lahir mempunyai
status anak sah dari pasangan Suami Istri tersebut karena dilahirkan oleh
seorang perempuan yang terikat dalam perkawinan yang sah.
·
Jika diimplantasikan kedalam rahim seorang gadis maka anak
tersebut memiliki status sebagai anak luar kawin karena gadis tersebut tidak
terikat perkawinan secara sah dan pada hakekatnya anak tersebut bukan pula
anaknya secara biologis kecuali sel telur berasal darinya. Jika sel telur
berasal darinya maka anak tersebut sah secara yuridis dan biologis sebagai
anaknya
C.
BAYI TABUNG DARI SUDUT PANDANG ETIKA
Program bayi tabung pada dasarnya
tidak sesuai dengan budaya dan tradisi ketimuran kita. Sebagian agamawan
menolak adanya fertilisasi in vitro pada manusia, sebab mereka berasumsi
bahwa kegiatan tersebut termasuk Intervensi terhadap “karya Illahi”. Dalam
artian, mereka yang melakukakan hal tersebut berarti ikut campur dalam hal
penciptaan yang tentunya itu menjadi hak prioregatif Tuhan. Padahal semestinya
hal tersebut bersifat natural, bayi itu terlahir melalui proses alamiah yaitu
melalui hubungan seksual antara suami-istri yang sah menurut agama.
Tettamanzi menggunaka metode
penilaian etis tradisional yang menganalisis, tujuan, keadaan, dan objek
material. Pertama, tujuan dari hal ini
berlu dibedakan antara bayi tabung untuk kelahiran manusia dan bayi tabung
untuk uji coba. Tentu pengadaan bayi tabung untuk uji coba tidak bisa diterima
secara etis. Kedua pengadaan bayi tabung untuk kelahiran manusia bisa dan harus
dipertimbangkan secara khusus dalam hubungan dengan pribadi-pribadi orang tua
dan anak yang dilahirkan. Tentu pembenihan buatan (yang melibatkan pihak
ketiga) dari luar pasangan suami istri sebagai pembenih atau penyumbang telur
tidak dapat diterima sebab kasus ini melanggar kesatuan dalam perkawinan dan
perubahan hubungan anak dan orang tua.[11]
Aspek Human Right
Dalam DUHAM dikatakan semua orang dilahirkan
bebas dengan martabat yang setara. Pengakuan hak-hak manusia telah diatur di
dunia international, salah satunya tentang hak reproduksi.
Dalam
kasus ini, meskipun keputusan inseminasi buatan dengan donor sperma dari
laki-laki yang bukan suami wanita tersebut adalah hak dari pasangan suami istri
tersebut, namun harus dipertimbangkan secara hukum, baik hukum perdata, hukum
pidana, hukum agama, hukum kesehatan serta etika (moral) ketimuran yang berlaku
di Indonesia .
Di Indonesia sendiri bila dipandang
dari segi etika, pembuatan bayi tabung tidak melanggar, tapi dengan syarat
sperma dan ovum berasal dari pasangan yang sah. Jangan sampai sperma berasal
dari bank sperma, atau ovum dari pendonor. Sementara untuk kasus, sperma
dan ovum berasal dari suami-istri tapi ditanamkan dalam rahim wanita lain alias
pinjam rahim, masih banyak yang mempertentangkan. Bagi yang setuju mengatakan
bahwa si wanita itu bisa dianalogikan sebagai ibu susu karena si bayi di beri
makan oleh pemilik rahim. Tapi sebagian yang menentang mengatakan bahwa hal
tersebut termasuk zina karena telah menanamkan gamet dalam rahim yang bukan
muhrimnya.
Penolakan ini berdasarkan prinsip
reproduksi kodrati melalui persebadanan suami istri dan penolakan campur tangan
teknologi dalam proses reproduksi. Anak yang dilahirkan dari pembenihan buatan
ini suatu hari akan mempertanyakan asal usul diri mereka.
Tetapi sebenarnya UU Kesehatan no. 36 tahun 2009, pasal 127
ditegaskan bahwa Kehamilan diluar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya
terakhir untuk membantu suami istri mendapat keturunan, tetapi upaya kehamilan
tersebut hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah yaitu: hasil
pembuahan sperma dan ovum harus berasal dari pasangan suami istri tersebut,
untuk kemudian ditanamkan dalam rahim si istri. Jadi untuk saat ini wacana
Surrogates Mother di Indonesia tidak begitu saja dapat dibenarkan
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Teknologi
reproduksi buatan merupakan hasil kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
pada prinsipnya bersifat netral dan dikembangkan untuk meningkatkan derajat
hidup dan kesejahteraan umat manusia.
2.
Dalam pelaksanaannya akan berbenturan dengan
berbagai permasalahan moral, etika, dan hukum yang komplek sehingga memerlukan
pertimbangan dan pengaturan yang bijaksana dalam rangka memberikan jaminan
perlindungan hukum terhadap semua pihak yang terlibat dalam penerapan teknologi
reproduksi buatan dengan tetap mengacu kepada penghormatan harkat dan martabat
manusia serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.
3.
Hukum
Indonesia mengatur mengenai teknologi reproduksi manusia sebatas upaya
kehamilan diluar cara alamiah, dengan sperma dan sel telur yang berasal
pasangan suami isteri dan ditanamkan dalam rahim isteri. Dengan demikian
teknologi bayi tabung yang sperma dan sel telurnya berasal dari suami isteri
dan ditanamkan dalam rahim isteri diperbolehkan di Indonesia, sedangkan teknik
ibu pengganti (surrogate mother) tidak diizinkan dilakukan.
4.
Inseminasi buatan dengan sperma dan ovum donor
diharamkan oleh Islam. Hukumnya sama dengan Zina dan anak yang lahir
dari hasil inseminasi macam ini statusnya sama dengan anak yang lahir diluar
perkawinan yang sah.
5.
Etika diperlukan untuk menentukan arah perkembangan bioteknologi serta perkembangannya secara teknis,
sehingga tujuan yang menyimpang dan merugikan bagi kemanusiaan dapat
dihindarkan.
B. Saran
Semoga makalah ini bisa berguna bagi pembaca, khususnya bagi
mahasiswa. Namun manusia tidaklah ada yang sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran sangat diperlukan guna memperbaiki makalah
ini.
[1] http://akusayangkamu-sebuahblogkebanggaanmu.blogspot.com/2011/08/makalah-bayi-tabung-dari-sudut-pandang.html
[2] Salim HS,
S.H.,M.S.Bayi Tabung Tinjauan Aspek Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika,1993),hlm.54
[3] http://obatkafe.blogspot.com/2012/09/10-fakta-bayi-tabung-yang-wajib-di.html
[4] http://keperawatanreligionputriyanilubis.wordpress.com/about/
[5] Salim HS,
S.H.,M.S.Bayi Tabung Tinjauan Aspek Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika,1993),hlm.41
[6] http://akusayangkamu-sebuahblogkebanggaanmu.blogspot.com/2011/08/makalah-bayi-tabung-dari-sudut-pandang.html
[7] http://akusayangkamu-sebuahblogkebanggaanmu.blogspot.com/2011/08/makalah-bayi-tabung-dari-sudut-pandang.html
[8] Salim HS,
S.H.,M.S.Bayi Tabung Tinjauan Aspek Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika,1993),hlm.76
[9] http://akusayangkamu-sebuahblogkebanggaanmu.blogspot.com/2011/08/makalah-bayi-tabung-dari-sudut-pandang.html
[10] http://akusayangkamu-sebuahblogkebanggaanmu.blogspot.com/2011/08/makalah-bayi-tabung-dari-sudut-pandang.html
[11]
Chang, William. Bioetika Sebuah Pengantar, ( Yogyakarta :Penerbit Kanisius.
2009) hlm. 22
Daftar Pustaka
Chang ,William.2009. BIOETIKA
Sebuah Pengantar. Yogyakarta : Penerbit Kanisius
HS, Salim. 1993. BAYI TABUNG Tinjauan
Aspek Hukum. Jakarta : Sinar Grafika
0 Comments